Pages

Minggu, 20 Maret 2011

Filsafat Ilmu Pemerintahan

 Suatu Tinjauan Ontologi
Oleh: Andi Sadapotto
Pendahuluan
Filsafat dalam dunia ilmiah bukanlah sesuatu yang menjadi mahluk asing (alien) tetapi mahluk yang paling mudah didapatkan dalam belantara pengetahuan yang tak terbatas karena tidak bisa dilepaskan dalam pijakan-pijakan akal ummat manusia seiring dengan mengaktualkan pikirannya. Filsafat secara etimologis menurut Ali Maksum (2008:15) merupakan padanan kata falsafah (bahasa Arab) dan philosophy (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani philosophia. Philosophia terdiri dari dua kata yaitu philos (cinta) dan sophos (kebijaksanaan/kebenaran), berarti filsafat jika dimaknai secara kata yaitu cinta kepada kebijaksanaan/kebenaran. Filsafat mengantarkan manusia pada nilai-nilai kebijaksanaan atau nilai kebenaran sehingga orang yang memiliki landasan berfikir dengan menyandarkan pada nilai-nilai kebijaksanaan atau kebenaran disebut filosof, seperti yang ditulis Paul Strathern (2001:1) bahwa orang yang pertama ambil pusing adalah kalangan filosof/filsuf Neolitik (purba).
Perenungan para filosof pada awalnya merefleksikan seluruh keberadaan ini sebagai suatu entitas yang komprehensif, tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak bersandar pada filsafat sehingga filsafat sering dikenal dengan nama lain mother of science (ibu dari segala ilmu pengetahuan), namun perjalanan filsafat dirimba pengetahuan diwarnai dengan benturan-benturan argumentasi rasional karena terjadi pertentangan dalam membangun premis-premis realitas yang dimiliki oleh agama, sains (ilmu pengetahuan), dan filsafat. Cara pandang yang berbeda terhadap agama, sains (ilmu pengetahuan), dan filsafat inilah yang membuat filsafat harus terpisah dari sains (ilmu pengetahuan) dan agama. Filsafat hanya memiliki porsi untuk membahas tentang metafisika (hal-hal yang di luar fisika) sehingga tidak ada lagi hubungan antara agama, sains (ilmu pengetahuan) dan filsafat dalam memproyeksikan masa depan pengetahuan yang satu dalam lingkaran filsafat.
Mereka memilih alur sendiri untuk menggali pendaman-pendaman pengetahuannya,  padahal dalam perkembangan pengetahuan manusia pada awalnya tidak ada keterpisahan dari filsafat, agama dan sains (ilmu pengetahuan). Hasil kontemplasi para filosof ini melahirkan konklusi bahwa pengetahuan itu tidak bisa keluar dari filsafat sebagaimana awal-awal penetapan sistematika filsafat atau lebih tepatnya pada masa Yunani, tersubtitusi oleh Sokrates, Plato dan Aristoteles, seperti pembahasan Mohammad Hatta (1986:72) bahwa sistem ajaran filososfi klasik baru ini dibangun oleh Plato dan Aristoteles berdasarkan ajaran Sokrates. Perjalanan yang begitu panjang dengan ditandainya perpisahan antara filsafat dengan agama dan sains (ilmu pengetahuan) membuat keduanya merasa membutuhkan filsafat sebagai pisau analisis dalam menemukan hakekat. Terjadinya berbagai kebuntuan intelektual yang disebabkan karena ketidakmampuan mencairkan argumentasi yang hadir dalam pembahasan oleh agama dan sains (ilmu pengetahuan) sehingga lahirlah model/tipe pembahasan yang mengawinkan diri dengan filsafat misalnya, filsafat agama, filsafat teknologi, filsafat ilmu. Sebuah keniscayaan eksistensi filsafat dalam tubuh agama dan sains (ilmu pengetahuan) membuktikan bahwa ilmu yang telah melepaskan diri dari induknya tidak bisa berdiri sendiri untuk memecahkan segala permasalahannya tanpa memasukkan ke dalam sel saraf untuk menemukan puncak libido intelektualnya. Begitupun dengan adanya ilmu pemerintahan yang merupakan ilmu baru yang sering diklaim tidak memiliki identitas yang jelas oleh orang-orang yang memandang sepintas lalu, kebutuhan untuk menggali endapan ilmu yang tertimbun sekaligus untuk menampakkan ke permukaan ilmu pemerintahan maka perlu dianalisis dalam kaca mata filsafat. Sekaligus membuktikan bahwa tampakan-tampakan ilmu pemerintahan bukanlah argumentasi yang kuat untuk menghukumi hakekat ilmu pemerintahan yang sebenarnya.
Ada tiga kajian pokok dalam filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan axiologi. Dengan menganalisis melalui filsafat akan menjadi garis demarkasi ilmu pemerintahan yang sesungguhnya dengan ilmu yang lainnya karena banyak perdebatan tentang eksistensi pemerintahan sebagai sebuah ilmu apakah pemerintahan hanyalah sebagai seni yang tidak memilki sistematika pembahasan yang tidak jelas ataukah merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki eksistensi yang jelas dalam kajian filsafat. Tulisan ini hanya akan membahas bahagian tentang ontologi saja, lebih jelasnya sebagaimana paparan yang selanjutnya akan dianalisis secara ontologi (hakekat keberadaan) dari ilmu pemerintahan.

Ontologi Pemerintahan
Ontologi menurut Inu Kencana Syafi’I (2001;15) bahwa ontologi merupakan teori tentang ada dan realitas. Lebih lanjut dikemukakan bahwa meninjau persoalan secara ontologis adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas denga refleksi rasional serta analisis dan sintetis logika. Ontologi juga memiliki nama lain yaitu metafisika, menurut Ali Maksum (2008:36) bahwa metafisika adalah filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, tentang hakikat yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman dan pengamatan indra manusia. Kajian ontologi ini akan membahas masalah tentang keberadaan ilmu pemerintahan, karena kajian dari ontologi ini berbicara masalah keberadaan supaya memperjelas bangunan ilmu pemerintahan yang sesungguhnya. Untuk menetapkan bagaimana posisi ilmu tersebut adalah harus mengenal dulu tentang adanya (eksistensi) baru menjelaskan apanya (esensi) karena bagaimana mungkin menjelaskan apa kalau belum jelas tentang keberadaannya. Pembahasan ontologi inilah yang memperjelas tentang keberadaan atau eksistensi dari ilmu pemerintahan.
Pembahasan dalam ontologi ini membagi dua hal dalam melihat objek sesuatu dari ilmu, menurut Inu Kencana Syafi’I (2001:16) yaitu terdiri dari objek materi yang menjadi pokok persoalan (subjek matter) dan objek formanya yang menjadi pusat perhatiannya (focus matter), ilmu pemerintahan memiliki objek materi dan objek forma sebagai berikut:
1.      Objek materi (subjek matter), membahas secara umum dan merupakan topik yang dibahas secara global/umum tentang pokok persoalan dari ilmu. Ilmu pemerintahan memiliki objek materi yaitu negara, secara umum menjadi pijakan dari ilmu pemerintahan itu sendiri atau biasa juga disebut sebagai unsur yang menyusun dari ilmu pemerintahan. Negara menjadi objek materi sehingga sangat penting dan banyak ilmuan yang mendefinisikan negara tetapi sama pada subtansi tentang kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kedaulatan. Pembahasan tentang Negara ini bukan hanya ilmu pemerintahan yang membahasnya, objek materi ini bisa saja sama dalam beberapa disiplin ilmu dan yang membedakan hanya pada objek formanya.
2.      Ketiadaan dari objek materi ini meniscayakan tidak adanya bentuk yang akan dijelaskan. Objek forma (subjek matter), bersifat khusus dan spesifik karena merupakan pusat perhatian suatu disiplin ilmu. Ilmu pemerintahan memiliki objek forma yaitu hubungan-hubungan pemerintahan, gejala dan peristiwa pemerintahan. Hubungan yang dimaksud menurut Inu Kencana Syafi’I (2001:25) yaitu hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun hubungan antara pemerintah itu dengan daerah rakyat yang dipimpinnya, gejala pemerintahan menurut Taliziduhu Ndraha (2002:413) bahwa gejala pemerintahan dianggap sebagai akibat (dampak) seperangkat sebab (dalam hubungan kausal), menurut Inu Kencana Syafi’I (2001:25) gejala pemerintahan yaitu bersifat sentralistis ataupun desentralis,  namun menurut Muhadam Labolo (2008:70) bahwa gejala pemerintahan hadir bersamaan eksistensi manusia itu sendiri atas kebutuhan alamiah yang tak terelakkan, sedangkan peristiwa pemerintahan dapat bersifat sekali lalu ataupun berulang kali sehingga dengan jelas objek forma dari ilmu pemerintahan yang memberikan bentuknya dalam menemukan kedudukannya dari ilmu yang lainnya.

Lebih jelas, Inu Kencana Syafi’i (2001:24) membandingakn ilmu pemerintahan dengan beberapa ilmu yang memiliki persamaan objek materi dari ilmu pemerintahan, yaitu:
No.
Nama Disiplin Ilmu Pengetahuan
Objek Materi
Objek Forma
1.
Ilmu Pemerintahan
Negara
Hubungan-hubungan pemerintahan, gejala dan peristiwa
2.
Ilmu Politik
Negara
Kekuasaan, kepentingan rakyat, grup penekan
3.
Ilmu Administrasi Negara
Negara
Pelayanan, organisasi, manajemen, birokrasi
4.
Ilmu Hukum Tata Negara
Negara
Peraturan perundang-undangan
5.
Ilmu Negara
Negara
Konstitusi, timbul dan tenggelamnya Negara

 Jadi objek materi dan objek forma dua entitas dalam pembahasan ontologi tidak terpisah karena hadir untuk menjelaskan eksistensi dari ilmu yang dikaji. Jelas objek materi dan objek forma dari ilmu pemerintahan sehingga dalam melihat ontologi dari ilmu pemerintahan mampu memberikan gambaran bahwa pemerintahan sebagai ilmu terutama dalam kajian ilmu-ilmu Negara memiliki eksistensi yang berbeda. Kejelasan dalam menempatkan posisi ilmu pemerintahan dalam  objek materi dan forma menunjukkan bahwa ilmu pemerintahan yang memiliki eksistensi yang kabur telah menyatu melalui pecahan-pecahan pengetahuan oleh filsafat khususnya pada ontologi pemerintahan.
Daftar Pustaka
Hatta, Mohammad. 1986. Alam Pemikiran Yunani. Jakarta:UI-Press
Labolo, Muhadam.2010. Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta:Rajagrafindo Persada
Maksum, Ali. 2008. Pengantar Filsafat (dari Klasik Hingga Postmodernisme).Jakarta:Ar-Ruzz Media
Ndraha, Taliziduhu. 2002. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta:Rineka Cipta
Strathern, Paul. 2001. 90 Menit Bersama Sokrates. Jakarta:Erlangga
Syafi’I, Inu Kencana . 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Jakarta:Refika Aditama

0 komentar:

Posting Komentar