Pages

Jumat, 11 Maret 2011

Penjelasan Sedikit Mengenai Pemerintahan

Pengertian pemerintahan
• Secara etimologi
1. Perintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh (2 pihak yaitu yang memerintah dan yang diperintah)
2. Pemerintah (Pe) berarti badan yang melakukan kekuasaan memerintah
3. Pemerintahan (akhiran an) berarti perbuatan, cara atau urusan dari badan yang memerintah tersebut

PENGERTIAN “PEMERINTAH” DAN “PEMERINTAHAN”
“PEMERINTAH” ADALAH LEMBAGA ATAU BADAN-BADAN PUBLIK YG MEMPUNYAI FUNGSI UTK  MELAKUKAN UPAYA MENCAPAI TUJUAN NEGARA. (ASPEK STATIKA)
“PEMERINTAHAN” ADALAH KEGIATAN DARI LEMBAGA ATAU  BADAN-BADAN PUBLIK TSB. DALAM MENJALANKAN FUNGSINYA UTK MENCAPAI TUJUAN  NEGARA (ASPEK DINAMIKA)
PENGERTIAN PEMERINTAHAN
(Dalam arti Luas dan dalam arti Sempit)
• DALAM ARTI LUAS: MELIPUTI SELURUH  KEGIATAN PEMERINTAH, BAIK  MENYANGKUT BIDANG LEGISLATIF,  EKSEKSUTIF, MAUPUN  JUDICATIVE.
DALAM ARTI SEMPIT:  MELIPUTI KEGIATAN PEMERINTAH YANG HANYA MENYANGKUT  BIDANG EKSEKUTIF , SAJA (KALAU MENURUT  TEORI VAN VOLLENHOVEN, HANYA MELIPUTI “BESTUUR” SAJA)
4 PEMERINTAH PUSAT
•PEMERINTAHAN PUSAT ADALAH  PRESIDEN RI YANG MEMEGANG KEKUASAAN SEBAGAIMANA YANG DIMAKSUD DALAM UUD RI 45 PEMERINTAH DAERAH PEMERINTAHAN DAERAH  ADALAH : PENYELENGGARA URUSAN, PEMERINTAHAN OLEH , PEMERINTAH DAERAH DAN, DPRD MENURUT ASAS, OTONOMI DAN TUGAS, PEMBANTUAN DENGAN, PRINSIP OTONOMI SELUAS-LUASNYA
5 PEMERINTAH DAERAH
VERSI UU NO. 32/2004 :PEMERINTAH DAERAH ADALAH GUBENUR, BUPATI, ATAU WALIKOTA  DAN  PERANGKAT DAERAH SEBAGAI UNSUR  PENYELENGGARAAN  PEMERINTAHAN DAERAH.
• PEMERINTAH DAN PEMERINTAHAN
DAERAH MERUPAKAN SUATU KESATUAN DALAM PEMERINTAHAN  INDONESIA
6 PEMERITAH DAN PEMERINTAH DAERAH
• SEJAK DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN  DAERAH MENGGANTIKAN UNDANG-UNDANG  NOMOR 5 TAHUN 1974, PENGERTIAN DAN MAKNA LEGISLATIVE DAERAH TELAH MENGALAMI  PERGESERAN YANG MENDASAR KEMUDIAN  DILANJUTI  DENGAN UU 32 TAHUN 2004 PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH  AMANAT UNDANGq UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945,  q DENGAN OTONOMI  PEMERINTAH  AERAH MENGATUR DAN MENGURUS RUMAH  TANGGANYA SENDIRI DENGAN TUJUAN  MEMPERCEPAT TERWUJUDNYA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT:
 1. Peningkatanq pelayanan,
2. Pemberdayaan, dan
3. Peran serta masyarakat, serta
4. Peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,  keadilan,  keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
7 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
• DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, selanjutnya disebut DPRD adalah BADAN LEGISLATIF DAERAH.
PENGERTIAN KEBIJAKAN
• Hubungan suatu unit pemerintahan dengan lingkungannya (Robert Eyestone).
• Apapun yang pemerintah pilih untuk dilakukan atau tidak dilakukan (Thomas R. Dye). • Sejumlah  aktivitas pemerintah, baik langsung atau melalui perantara, yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan warga Negara (B. Guy Peters).
• Seperangkat keputusan yang saling berhubungan yang diambil oleh seorang atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan pemilihan tujuan dan sarana pencapaiannya dalam suatu situasi khusus dimana keputusan-keputusan itu seharusnya, secara prinsip, berada dalam kekuasaan para aktor  tersebut untuk pencapaiannya (William I. Jenkins, 1978).
• Kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah (James E. Anderson).
• Kebijakan: suatu rangkaian atau pola tindakan bertujuan yang diikuti oleh seorang atau sekelompok aktor dalam berurusan dengan suatu masalah atau suatu hal tertentu.
9 KARAKTERISTIK
• Purposive. • Courses or patterns of actions. • What government actually do. • Either positive or  negative. • Based on law and is authoritative. (James E. Anderson)
PENDEKATAN
• Teori Sistem Politik • Teori Kelompok (Group Theory) • Teori Elit (Elite Theory) • Institutionalism • Teori Pilihan Rasional
10 Teori Sistem Politik
• Kebijakan publik dipandang sebagai respons sistem politik terhadap tuntutan yang muncul dari  lingkungannya.
• Sistem politik terdiri atas institusi dan aktivitas yang saling berkaitan dalam masyarakat yang $embuat alokasi otoritatif dari nilai-nilai yang mengikat masyarakat
• Inputs ke dalam sistem politik berasal dari lingkungan dan terdiri atas tuntutan (demands) dan dukungan (supports).
• Outputs dari sistem politik mencakup undang-undang, aturan, keputusan pengadilan dan lain-lain.
• Feedbacks menunjukkan bahwa outputs atau kebijakan publik yang dibuat pada satu saat tertentu pada gilirannya dapat mengubah lingkungan dan tuntutan yang akan muncul berikutnya, dan juga ,
karakter sistem politik itu sendiri.
11 Teori Kelompok
(Group Theory)
• Kebijakan publik merupakan produk dari perjuangan kelompok.
• Interaksi dan perjuangan antara kelompok-kelompok adalah kenyataan sentral dari kehidupan politik.
• Kelompok adalah sekumpulan orang yang mungkin, atas dasar sikap atau kepentingan yang sama, membuat klaim terhadap kelompok lain dalam masyarakat. Kelompok menjadi kelompok kepentingan manakala ia membuat klaim melalui atau terhadap setiap institusi  pemerintah.
• Konsep utama dalam teori kelompok adalah akses. Teori Elit (Elite Theory)
• Kebijakan public dipandang sebagai pencerminan nilai dan preferensi elite yang berkuasa.
• Masyarakat terbagi atas sedikit orang yang mempunyai power dan massa yang tidak mempunyai power.
• Elite berasal dari lapisan masyarakat dengan tingkat sosial-ekonomi tinggi.
12
• Perpindahan non-elite ke posisi elite harus lambat dan terus menerus untuk memelihara  stabilitas dan menghindari revolusi.
• Elite mempunyai konsensus terhadap nilai-nilai  dasar dari sistem sosial dan pelestarian sistem.
• Perubahan dalam kebijakan publik akan bersifat  inkremental.
• Elite mempengaruhi massa lebih banyak daripada massa mempengaruhi elite. Institutionalism
• Kebijakan publik ditentukan secara otoritatif dan pada awalnya dilaksanakan  oleh institusi  pmerintah.
• Terpusat pada pemaparan aspek-aspek formal dan legal dari institusi pemerintah:  organisasi formal, kekuasaan hukum, aturan prosedural, dan fungsi atau  aktivitas.
13 TEORI PILIHAN RASIONAL
(RATIONAL CHOICE THEORY)
• Kebijakan publik sebagai keputusan dari aktor politik yang bertindak rasional untuk memaksimalkan kepuasan mereka (rational utility maximizer).
• Aktor politik dipandu oleh kepentingan pribadi dalam memilih rangkaian tindakan untuk kemanfaatan  terbaik bagi dirinya: (1) Pemilih memberikan suara untuk partai dan kandidat yang terbaik memenuhi kepentingannya, dan (2) Politisi secara terus menerus bersaing untuk pemilihan dalam upaya  peningkatkan kepentingannya dalam income, power, dan prestige yang berasal jabatan (office), dan menawarkan kebijakan yang akan memenangkan dukungan pemilih.
• Partai politik beroperasi mirip politisi, menawarkan paket kebijakan yang menarik bagi pemilih.
• Self interest birokrasi mengarahkan mereka untuk memaksimalkan budget instansinya karena budget yang lebih besar merupakan sumber power, prestige, perks, dan high salary.

waktu yang gue pelajari di SMA sih... pemerintahan itu,hal,cara atau perbuatan dalam memerintah......kebulatan atau keseluruhan kompionen yang utuh dari berbagai komponen atau unsur pemerintah.
·       Ilmu Pemerintahan. Secara garis besar, Jurusan Ilmu Pemerintahan memang mempelajari tentang pemerintahan. Namun bukan hanya pemerintahan dalam arti eksekutif, legislatif dan yudikatif saja, tetapi juga dinamika yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, baik dinamika internal maupun eksternal. Dinamika internal pemerintahan dilihat dalam beberapa mata Secara umum, arah kurikulum jurusan ini ada dua, yaitu materi yang bersifat teoritik dan metodologik serta materi yang bersifat pengembangan. Dua arah pokok tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut menjadi empat poin besar yang akan dicapai melalui penataan kurikulum Jurusan Ilmu Pemerintahan, yaitu, pertama, pembentukan pengetahuan dan pemahaman teoritis, kedua, pembentukan kemampuan pikir, ketiga, penguatan kemampuan praktis dan keempat, analisis dan penguatan kemampuan managerial.
  • pemerintah: (1) sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik suatu negara atau bagian2annya (2) sekelompok orang yang secara bersama2 memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan (3) penguasa suatu negara (bagian negara)
    pemerintahan: (1) proses, cara, perbuatan memerintah (2) segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara
  • organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai sistem pemerintahan.

Definisi Pemerintahan
Dewasa ini kita sering sekali melihat, membaca dan mendengar kata pemerintahan, tapi tahukah kita arti dari makna pemerintahan sebenarnya. Pemerintahan menurut etimologi (Kebahasaan) berasal dari kata "Perintah", yang kita ketahui berarti suatu individu yang memiliki tugas sebagai pemberi perintah. Definisi dari Pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu negara yang meliliki cara dan sistem yang berbeda-beda dengan tujuan agar negara tersebut dapat tertata dengan baik.

October 19th, 2007 by goverment-kaltim
Dewasa ini kita sering sekali melihat, membaca dan mendengar kata pemerintahan, tapi tahukah kita arti dari makna pemerintahan sebenarnya. Pemerintahan menurut etimologi (Kebahasaan) berasal dari kata "Perintah", yang kita ketahui berarti suatu individu yang memiliki tugas sebagai pemberi perintah. Definisi dari Pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu negara yang meliliki cara dan sistem yang berbeda-beda dengan tujuan agar negara tersebut dapat tertata dengan baik

Bismillah ar-raman ar-rahim 
Dalam filsafat pemerintahan salah satu pemikiran yang menjadi “genre” pada awal abad 20 adalah ungkapan dari L.U. Vladar yang bunyinya lebih kurang ; Tuhan itu terlalu tinggi, pemerintah pusat Terlalu jauh, pemerintah daerah lah (Pemprov, Pemko atau Pemkab) yang harus memahami pikiran,  keinginan dan tangisan rakyatnya . Terasa satire, klise atau bahkan romantis.  “Akh….definisi semacam itu, rasa seperti itu tidaklah penting, sekarang faktanya gimana?”; Demikian seorang aktivis yang rada ekstrim menyeruak denga hujaman kata-kata, ditengah diskusi yang “panas” itu.
Mendefinisikan atau me-redefinisi tentang esensi pemerintahan memang selalu menarik. Mengapa menarik ?, karena di dalam berpemerintahan, seni yang lembut dengan dunia preman yang kasar, dunia ilmiah yang logic dengan komunitas “hitung buntut” yang di awang-awang,  dan teori  matematik yang pasti dengan perdukunan yang klenik, diurus menjadi satu.
Lalu gimana  sich pemerintahan yang ideal?. Jawabnya adalah; Dalam nilai kekinian, tidak akan pernah ada pemerintahan yang sempurna, sesungguhnya rakyat hanya berharap sederhana; “bagai mana agar pemerintah tidak menindas mereka”. Demikian salah satu tesis awal teologi pembebasan di Amerika Latin yang diusung oleh Poulo Pieree atau Chee Guevera dan konco-konconya.
Masa iya sich, ada pemerintahan yang menindas?. Pemerintahankan implementasi dari otoritas negara yang dimandatkan. Jadi  salah kaprah atau dalam bahasa gaulnya “no way” terminologi menindas itu. Demikian statement dari seorang pakar hukum yang menyenangi perbincangan tentang pemerintahan, jika kebijakan pemerintah telah sesuai dengan perundangan, kemudian ada yang tidak sepakat, itulah dinamika berpemerintahan.
Akan tetapi, jika suatu kebijakan dirasa menyakitkan banyak orang, namun sesuai dengan peraturan perundangan, gimana? lalu dimana rasa keadilan,? Dosen saya dulu pernah ngomong; “Jika dikuantitatifkan variabel di dalam kebijakan pemerintahan jumlahnya mungkin tidak terhingga”. Artinya hampir setiap kebijakan pemerintahan memiliki  peluang untuk dikatakan berpihak atau menindas rakyat dengan alasan yang sama-sama “cukup”.
Sehingga penjelasan tentang tertindas atau tidak tertindas tidak cukup hanya dengan alasan “formal “ belaka. Lalu apakah pemerintahan hanya diputuskan dengan rasa ?, kemudian kita melupakan aspek hukum formal?. Demikian seorang “legalist” berusaha menjaga hegemoni kelompoknya dalam sebuah perdebatan sengit.
Aspek legal tetap harus dijaga, namun akan selalu ada celah hukum yang dapat diperdebatkan, pada celah inilah mestinya digunakan analisis dan ukuran keadilan yang dapat dipertanggung jawabkan.  Kesetimbangan atau garis Pareto adalah contoh mekanisme untuk mengambil kebijakan agar  sedikit orang yang merasa teraniaya. 
Selain itu, sebagai mahluk berpikir yang memiliki rasa, kita juga dianugerahi teori-teori tentang harga sosial atau sunk cost indeks  dan yang lainnya, herannya kok jarang diungkap dalam menilai kebijakan publik. Sehingga timbul tanya di dalam diri saya… sebenarnya ada apa ya…?
Prof. Hoogerwerf seorang yang dihormati di dalam ilmu pemerintahan dan kebijakan publik, mengemukakan sebuah tesis yang mengguncang pada pada akhir abad  20 ,  tesis tersebut bertajuk. “Teori tentang harga satu jiwa manusia”.
Prof Hoogerwerf dengan tesisnya membuat rambu-rambu yang tegas, untuk menumbuhkan kesadaran bahwa negara atau pemerintah harus menjaga keselamatan jiwa rakyatnya dengan koefisien kesetimbangan yang sangat tinggi. Di mata Hoogerwerf keuntungan ekonomi pada prinsipnya tidak dapat dihadap-hadapkan dengan kematian seorang rakyat, walau hanya ia berstatus pengangguran belaka. 
Lalu bagaimana tentang kebijakan pemerintah di Kalimantan Selatan (Kampung saya) , yang membiarkan truk batubara yang lalu-lalang di jalan raya.  Sementara itu efek dari lintasan batu bara  telah banyak korban yang jatuh, dari lecet-lecet, hingga yang mati, karena ditabrak atau menabrak truk-truk itu. Belum lagi  debu yang menerjang ganas ke tepi-tepi jalan, hingga dapat terganggunya pernapasan bagi yang tinggal di sekitar jalan raya.
Namun jika batu bara di larang lewat, maka banyak pula rakyat yang akan menjadi korban. Warung-warung malam yang biasa menunggu sopir lewat akan menjadi sepi dan seterusnya…lah….dan …..  Pada akhirnya berpulang pada pilihan kita masing-masing, membenarkan kebijakan pemerintah yang membiarkan batu bara lewat jalan raya atau menyalahkan menyalahkan pemerintah?. Jadi mungkin pada akhirnya Pilkada yang akan datanglah, kebijakan ini akan di uji…. Itu pun jika  ada calon yang akan bertarung cukup memiliki nyali untuk mengkampayekan “STOP BATUBARA LEWAT JALAN UMUM”, sebab konon dana batubara lah yang banyak beredar pada setiap Pilkada di Kalsel ini. Akhirnya saya jadi terkenang pesan orang tua saya, yang telah almarhum, dan beliau yang sangat bangga sebagai birokrat ; :”Gi Pakailah akal dan hati nurani mu dalam memilih sesuatu !”.

2.1. Teori Pemerintahan
Pemerintahan sebagai seni pengelolaan kekuasaan sudah hadir sejak awal kehidupan manusia. Bentuk awal dari pemerintahan itu bisa bermacam­-macam, namun ciri pokoknya, setelah tercapainya kesepakatan tentang aturan hukum, adalah kehadiran seorang pemimpin yang ditaati secara tulus atau terpaksa oleh orang orang dalam suatu kelompok masyarakat.
Secara etimologis, pemerintahan berasal dari perkataan pemerintah, sedangkan pemerintah berasal dari perkataan perintah. Memang perkataan "pemerintah" dan "pemerintahan" merupakan rumusan yang dapat dibedakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Ermaya Suradinata (1998 : 6), Pemerintah adalah lembaga atau badan badan publik yang mempunyai fungsi melakukan upaya untuk mencapai tujuan negara. Sedangkan pemerintahan adalah semua kegiatan lembaga atau badan badan publik tersebut dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan negara.
Kalau dalam kepustakaan Inggris dijumpai perkataan "government” yang sering diartikan sebagai “pemerintah” maupun sebagai “pemerintahan”. C.F. Strong (dalam Pamudji, 1995: 23 24), mendefenisikan sebagai berikut:
Government is, therefore, that organization in which is vested ihe right to exercise sovereign powers. Government in the broad sense, is something bigger than a special body of minister a sense in which we colloqually tha it to day, when … Government, in the broader senvs, is charged with the maintenance of the peace and security of state within and whitout. It must, there fore, have, first, military power, or the control of armed forces; secondly, legislative power, or the means of making laws; thirdiy, financial power, or ihe ability lo extract sufficient money from the community to defray the cost defending the state and enforcing the law it makes on the stale's behalf
(Pemerintah (an) oleh karenanya, adalah organisasi dalam mana diletakkan ... hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat atau tertinggi. Pemerintah (an) dalam arti luas merupakan sesuatu yang lebih besar daripada suatu badan atau kementrian-kementrian, suatu arti yang bisa kita pakai dalam pembicaraan dewasa ini apabila ... Pemerintah (an), dalam arti lebih luas, diberi tanggung jawab pemeliharaan perdamaian dan keamanan negara, di dalam ataupun di luar. la, pemerintah (an), harus memillki, pertama, kekuasaan militer atau pengawasan atas angkatan bersenjata; kedua, kekuasaan legislatif, atau sarana pembuatan hukum; ketiga, kekuasaan keuangan, yaitu kesanggupan memungut uang yang cukup untuk membayar biaya mempertahankan negara dan menegakkan hukum yang dibuatnya atas nama negara).
Selanjutnya dikemukakan Strong sebagai berikut
"It must, in short, have legislative power, executive power, andjudicial power, which we may call the three departments of government".
(Singkatnya, pemerintahan mempunyai kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan kehakiman, yang boleh kita sebut tiga cabang pemerintahan).
Sedangkan definisi pemerintahan (government) menurut W.S.Sayre (Ermaya Suradinata, 1998 : 100), "Government is best defined as the organization agency of the state, expressing and exercising is authority " (pemerintahan, definisi terbaiknya adalah sebagai lembaga negara yang terorganisir yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaarinya).

Dari uraian di atas, pemerintahan dapat berarti luas atau berarti sempit yang menurut Ermaya Suradinata (1998: 6), Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan badan publik yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara, sedangkan dalam arti sempit, pemerintahan adalah segala kegiatan badan badan publik yang hanya melipliti kekuasaan eksekutif.
Sejalan dengan pengertian ini, Pamudji (1995 : 25 26), Pemerintahan dalam arti tuas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ organ atau badan badan legislatif, eksekutif dan yudikatif, dalam rangka rnencapai tujuan pemerintahan negara (tujuan nasional), sedangkan pemerintahan dalam arti sempit, adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara.
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Dengan kata lain, adalah pelayanan kepada masyarakat, tidak untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, yakni menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemajuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama.
Sebagaimana dijelaskan Rasyid (1997 : 11 12), secara umum tugas-­tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang pelayanan, sebagai berikut:
Pertama, menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintah yang sah melalui cara cara kekerasaa
Kedua, memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontok gontokan di antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang
terjadi di dalam. masyarakat dapat berlangsung secara damai.
Ketiga, menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatar belakangi keberadaan mereka. Jaminan keadilan ini terutama harus tercermin melalui keputusan keputusan pengadilan, dimana kebenaran diupayakan pembuktiannya secara maksimal, dan dimana konstitusi dan hukum yang berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan secara adil dan tidak memihak, serta di mana perselisihan bisa didamaikan.
Keempat, melakukan pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalam bidang­bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintah, atau yang akan lebih bajak jika dikerjakan oleh pemerintah. Ini antara lain mencakup pembangunan jalan, penyediaan fasilitas pendidikan yang terjangkau oleh mereka yang berpendapatan rendah, pelayanan pos dan pencegahan penyakit menular.
Kelima, melakukan upaya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial membantu orang miskin dan memelihara orang orang cacat, jompo dan anak anak terlantar; menampung serta menyalurkan para gelandangan ke sektor kegiatan yang produktlf, dan semacamnya.
Keenam, menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat.
Ketujuh, menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti air, tanah, dan hutan. Pemerintah juga berkewajiban mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan sumber daya alam yang mengutamakan keseimbangan antara eksploitasi dan reservasi.

Uraian di atas memberikan gambaran adanya jangkauan tugas yang luas dan kompleks, dengan tanggung jawab yang sangat berat, terpikul di atas pundak setiap pemerintahan. Karena itu, secara prinsip terdapat dua maksud atau tujuan dalam pembentukan sebuah pemerintahan atau negara, yaitu : pertama, untuk menegakkan keteraturan atau memberi rasa aman dan menciptakan keteraturan dalam masyarakat; dan kedua, untuk menciptakan suasana yang adil.
Berdasarkan konsep tentang pemerintahan, dan mengutip pendapat Rasyid (1998 : 6), pemimpin atau pemerintah yang baik itu adalah yang memberi kepada rakyat apa yang mereka inginkan sebelum mereka meminta. Oleh karena itu, dalam mengejawantahkan konsep tersebut, tentunya tidak lepas dari sistem pemerintahan. Membahas tentang sistem pemerintahan, maka perhatian seyogianya diarahkan pada tiga komponen utamanya, yaitu aturan main (konstitusi, hukum, etika), lembaga lembaga (yang berwenang melaksanakan aturan main), dan pelaku (khususnya pemimpin pemimpin yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan kewenangan yang melekat pada lembaga­lembaga).
Mempelajari ilmu pemerintahan, membawa kita pada suatu pemahaman yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan, seperti pemahaman terhadap otonomi daerah, desentralisasi, sentralisasi, dekonsentrasi, demokrasi, birokrasi, kebijakan publik, kelembagaan, dan sebagainya. Pemahaman­pemahaman tersebut dapat ditinjau dari segi Nomothetis, yang memberikan pengertian bersifat umum dari fenomena ideografi yang lebih berorientasi pada gejala gejala yang sifatnya spesifik dan mempunyai sifat einmalig, yaitu timbul dalam situasi konteks yang khusus.

2.2. Teori Kebijakan Publik.
Bromley (Lukman Hakim,1999) telah mengidentifikasikan tiga tingkat hirarkhi kebijakan yaitu Policy level, Organizational level dan Operational level. Pada masing masing level ini kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang undangan (Institutional arrangements) yang sesuai dengan tingkat hirarkhinya. Peraturan perundang undangan ini baik secara sendiri maupun bersama sama mempengaruhi pola pola interaksi (pattern of interactions) di dalam masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan tersebut. Pola pola interkasi inilah yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil (outcome) yang diinginkan oleh kebijakan tersebut. Kebijakan adalah peran pemerintah untak mempengaruhi proses yang berlangsung dalam masyarakat. Dalam terminologi ekonomi, kebijakan adalah bentuk intervensi pemerintah pada pasar. Untuk dapat melakukan intervensi secara kompeten (tepat), pemerintah perlu memenuhi beberapa prasyarat. Pertama, harus memiliki informasi yang akurat sehingga dapat memberi diagnosa permasalahan secara tepat. Kedua, pemerintah harus mempunyai otoritas yang memadai sehingga dapat memberikan terapi secara memadai pula; dan Ketiga, pemerintah harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi akibat diluar dampak langsung yang ditimbulkan oleh adanya implementasi kebijakan, sehingga dapat mengatasi setiap dampak ikutan yang ditimbulkannya. Karena itu, kelayakan suatu kebijakan dapat dilihat dari apakah pemerintah mempunyai instrumen atau piranti kebijakan yang secara efektif dapat menjalankan kebijakannya. Penerapan instrument tadi ada yang bersifat universal, ada yang bersifat tertentu (discreet). Untuk itu dibutuhkan adanya kewenangan administratif pemerintah yakni kelayakan pemerintah untuk melakukan pengaturan maupun pemberian. Insentif.
Kebijakan publik merupakan fenomena yang kompleks dan dinamis yang dapat dikaji dari berbagai disiplin Ilmu. Kompleksitas dan dinamika tersebut akan lebih terasa apabila pengamatan diarahkan atau ditujukan pada proses kebijakan. Dalam pandangan manajemen, proses kebijakan itu dapat difahami sebagai rangkaian kegiatan yang ineliputi sedikitnya tiga kelompok utama, yaitu (1) pembuatan kebijakan; (2) pengendalian pelaksanaan kebijakan; dan (3) evaluasi kinerja kebijakan (Mustopadidjaja AR, 1992).
Sehubungan dengan substansi dan lingkup permasalahan serta cakupan kebijakan tersebut, perlu dikenali konsep tentang sistem dan proses kebijakan. Yang dimaksud dengan sistem kebijakan (Mustopadidjaja AR, 1988) adalah suatu tatanan kelembagaan dan individu atau kelompok individu yang berperan dalam sebagian atau keseluruhan proses kebijakan, yang terdiri dari serta masing masing dirumuskan sebagai berikut:
Lingkungan kebijakan, adalah keadaan yang melatar belakangi atau peristiwa yang menyebabkan timbuinya isu (masalah) kebijakan, yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh para pelaku kebijakan dan oleh sesuatu kebijakan;
pembuat dan pelaksanaan kebijakan, adalah orang atau sekelompok orang, atau organisasi yang mempunyai peranan tertentu dalam system dan proses Kebijakan, sebab mereka berada dalam posisi menentukan ataupun mempengaruhi baik dalam, perabuatan. Kebijakan atau dalam. tahap pelaksanaannya, dalam arti pengawasan, pengendalian, dan penilaian atas hasil hasil yang dicapai dalam perkembangan pelaksanaan kebijakan;
kebijakan itu sendiri, yaitu keputusan atas serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan satu sama lain yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu; dan
kelompok sasaran kebijakan, yaitu. orang atau sekelompok orang atau organsasi orgarusasi dalam masyarakat yang perilaku dan atau keadaannya ingin dipengaruhi oleh kebijakan bersangkutan.
William N. Dunn (1981) merumuskan sistem kebijakan sebagai berikut:
“the overal institutional paltern within wich policies are made, involves interrelatioships among three elements: public policies, policy stakeholders, and policy environments"

Pembahasan mengenal kebijakan publik adalah membahas mengenai peran pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan negara dengan berbagai dimensi kelembagaannya yang kompleks. Dinamika kelembagaan dalam proses Kebijakan dipengaruhi oleh sistem politik ekonomi dan pemerintahan yang dianut, perkembangan lingkungan strategis serta pola manajemen pemerintahan yang dikembangkan. Dalam konteks inilah dikenal berbagai model pembuatan kebijakan (Thomas R. Dye, 1995 dalam Mustopadidja AR, 1999), seperti model kelembagaan (kebijakan dipandang sebagai kegiatan lembaga pemerintahan), model proses (kebijakan dipandang sebagai Ativitas politik), model elite (kebijakan dipandang sebagai preferensi elite), model kelompok (kebijakan dipandang sebagai konsensus kelompok), model rasional (kebijakan dipandang sebagai pencapaian tujuan secara rasional, dan menjamin optimalitas sosial), model inkremental (kebijakan. dipandang sebagai modifikasi kebijakan sebelumnya), model sistem (kebijakan dipandang sebagai keluaran dari system), model permainan (kebijakan dipandang sebagai pilihan rasional dalam situasi kompetitif), dan model pilihan publik (kebijakan dipandang sebagai pembuatan keputusan kolektif dari individu individu yang berkepentingan).
Sama seperti dengan model lainnya, maka model pembuatan kebijakan publik juga merupakan simplikasi dari realitas yang jauh lebih kompleks, dan dinamik. Sehingga untuk mendapatkan representasi yang lebih mendekati kenyataan, dapat dikembangkan suatu model yang mengkombinasikan beberapa variabel relevan, yang mungkin tidak teridentifikasi dalain suatu model tetapi dinyatakan sebagai unsur eksplisit dalam model lainnya.
2.3. Teori Pemimpin dan Kepemimpinan.
Kata "pemimpin" dan "kepemimpinan" sering: dipahami secara rancu oleh sebagian orang. Padahal kedua kata tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Mengutip pendapat Rasyid (1997 : 75), secara sederhana “pemimpin” bisa didefinisikan sebagai seseorang yang terus menerus membuktikan bahwa ia mampu mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain, lebih dari kemampuan mereka (orang lain itu) mempengaruhi dirinya. “Kepemimpinan” adalah sebuah konsep yang merangkum berbagai segi dari interaksi pengaruh antara pemimpin dengan pengikut dalam mengejar tujuan bersama. Kartini Kartono (1998 : 5), kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan bisa berfungsi atas dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengarai dan menggerakkan orang orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian satu tujuan tertentu.
Sejalan dengan pengertian tersebut di atas, dan mengutip pendapat Soebagio Sastrodiningrat (1999 : 14 151), pemimpin (leader) adalah seseorang yang dengan cara apapun, mampu mempengaruhi pihak orang lain untuk berbuat sesuatu, sesuai dengan kehendak orang itu sehingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. "Kepemimpinan" (leadenship) adalah kemampuan seseorang yang dengan cara apapun mampu mempengaruhi pihak lain, untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, sesuai dengan kehendak orang itu, sehingga berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hans Finzel (2001 : 13) dengan definisi yang sangat sederhana, "kepemimpinan" adalah pengaruh. Atau definisi lain, adalah seorang pemimpin membawa orang lain ketempat yang takkan mereka datangi sendiri.
Bertolak dari uraian tersebut di alas, dimana pemimpin yang berkait erat dengan kemampuan mempengaruhi seseorang, dalam kenyataanya dikelompokkan kedalam pemimpin formal dan pemimpin informal dengan berbagai pendrian yang diberikan kepadanya. Kartini Kartono (1998:8 10) memberi definisi sebagai berikut:
Pemimpin formal ialah orang yang oleh organisasi lembaga tertentu ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi.
Adapun ciri ciri pemimpin formal antara lain ialah:
Berstatus sebagai pemimpin, formal selama masa jabatan tertentu, atas dasar legalitas formal oleh penunjukan pihak yang berwenang (ada legitimitas);
Sebelum pengangkatannya, dia harus memenuhi beberapa persyaratan formal terlebih dahulu;
la diberi dukungan oleh organisasi formal untuk menjalankan tugas kewajibannya. Karena itu dia selalu memiliki atasan/superior,
Dia mendapatkan balas jasa materiil dan immateriil tertentu, serta emolumen (keuntungan ekstra, penghasilan sampingan) lainnya;
Dia bisa mencapai promosi atau kenaikan pangkat formal, dan dapat dimutasikan;
Apabila dia melakukan kesalahan kesalahan, dia akan dikenai sanksi dan hukuman;
Selama menjabat kepemimpinan, dia diberi kekuasaan dan wewenang; antara lain untuk : menentukan policy, memberikan motivasi kerja kepada bawahan, menggariskan pedoman dan petunjuk, mengalokasikan jabatan dan penempatan bawahannya, melakukan komunikasi, mengadakan supervisi dan kontrol, menetapkan sasaran organisasi, dan mengambil keputusan keputusan penting lainnya.

Sedangkan pemimpin informal ialah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin; namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat.

Ciri ciri pemimpin informal, antara lain ialah
Tidak memiliki penunjukan formal atau legitimitas sebagai pemimpin;
Kelompok rakyat atau masyarakat menunjuk dirinya, dan mengakuinya. sebagai pemimpin. Status kepemimpinannya berlangsung selama kelompok yang bersangkutan masih mau mengakui dan menerima pribadinya;
Dia tidak mendapatkan dukungan/backing dari suatu organisasi formal dalam, menjalankan tugas kepemimpinannya;
Biasanya tidak mendapatkan imbalan balas jasa: atau imbalan jasa itu diberikan secara sukarela;
Tidak dapat dimutasikan, tidak pernah mencapai promosi, dan tidak memiliki atasan. Dia tidak perlu memenuhi persyaratan formal tertentu;
Apabila dia, melakukan kesalahan, dia tidak dapat dihukum; hanya saja respek orang terhadap dirinya jadi berkurang, pribadinya tidak diakui, atau dia ditinggalkan oleh massanya.

Hubungan antara pemimpin formal dengan pemimpin informal dapat diperlihatkan dalam hubungan organisasi dan administrasi. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa hubungan antara pemimpin/kepemimpinan, organisasi, manajemen dan administrasi sangat erat. Sebagaimana diketahui bahwa organisasi (Kartini Kartono, 1998:11) adalah sistem kegiatan terkoordinasi dari kelompok orang yang bekerja sama mengarah pada tujuan bersama, dibawah kewenangan dan kepemimpinan. Seperti diketahui bahwa kepemimpinan mempunyai fungsi utama sebagai penggerak/dinamisator dan koordinator terhadap sumberdaya, manajemen merupakan Ativitas dalam organisasi untuk mencapai sasaran secara efektif, dan administrasi sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua atau lebih manusia secara rasional untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa manajemen adalah inti dari administrasi; sedang kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan dari manajemen. Dengan demikian yang lebih penting diperhatikan adalah adanya unsur relasi diantara pribadi pemimpin dengan orang­-orang yang dipimpinnya, yang tentunya dalam, keadaan ini dituntut pemilikan sifat dan kualitas komunikatif yang mencakup kemampuan mengadakan koordinasi, mengkonsepsikan dan menjabarkan tujuan tujuan umum yang jelas, bersikap adil dan sanggup membawa kelompok ketujuan yang pasti dan menguntungkan, serta membawa pengikutnya kepada kesejahteraan, dan lain sebagainya. Pada dasarnya masyarakat (manusia) itu dinamis sifatnya dan selalu mengalami perubahan sepanjang masa. Hal ini disebabkan oleh karena setiap harinya orang itu aktif melakukan macam macam usaha untuk mempertahankan keberadaannya secara individual; dan adanya kelompok kelompok manusia yang secara bersama­-sama membangun lingkungan hidupnya dalam gerak membudaya. Oleh karena itu, aktivitas kolektif untuk membangun masyarakat (manusia) akan selalu membutuhkan pemimpin dan kepemimpinan demi efisiensi kerja dan keberhasilannya.
Secara garis besar dapat digambarkan bahwa teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku pemimpin beserta konsep konsep kepemimpinannya, dengan menampilkan latar belakang historis kemunculan pemimpin dan kepemimpinan, sebab musabab penampilannya ditengah khalayak ramai, tipe dan gayanya, persyaratan kepemimpinan dan untuk menjadi pemimpin, sifat sifat utama. pemimpin, tugas tugas pokok, dan etika profesi kepemimpinan. Hal ini dilandaskan bahwa pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan ntuk menggerakkan orang lain untuk melakukan usaha bersama guna mencapai satu sasaran tertentu. Jadi, pemimpin itu seyogianya memiliki kelebihan, yang dengan demikian akan memperoleh pengakuan dan respek dari pengikutnya dan mematuhi segala perintahnya.
2.4. Teori Administrasi Pemerintahan.
Untuk membabas mengenai administrasi pemerintahan, terlebih dahulu harus dipahami tentang administrasi negara. Dalam perubahan kedua Undang­Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (1) dan (7) disebutkan sebagai berikut :
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah daerah, provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang undang;
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang undang.

Dalam hal ini dapat dipahami bahwa untuk menjembatani kepentingan Pusat dan Daerah dibutuhkan suatu proses kegiatan terstruktur yang dikenal dengan administrasi negara. Menyinggung mengenai administrasi negara, Ermaya Suradinata (1998A). mendefinisikan sebagai berikut, administrasi negara atau "public administration" adalah segala kegiatan atau proses untuk mencapai tujuan negara yang telah ditentukan, yaitu kegiatan yang dilakukan dalam suatu negara dari tingkat pemerintahan yang terendah sampai yang tertingi dalam suatu negara.
Sedangkan menurut definisi Pfiffner dan Presthus (Pamudji, cet.5 tt:20 21) sebagai berikut :
“Public atiminisiration involves the implementation of public policy which has been determine by representative political bodies”.
(Administrasi negara meliputi implementasi kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan badan perwakilian).
Pada bagian lain dikatakan bahwa "Public administration may be defined as the coordination of individual and group efforts to carry out public policy. lt is main1y occupied with the daily work of governments.
(Administrasi negara dapat didefinisikan sebagai koordinasi usaha usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah. Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari hari pemerintah). Lebih lanjut penjelasan tersebut diakhiri dengan "In sum, public administration is a process concerned with carrying out public policies, en compassing innumerable skilis and techniques which give order and purpose to the efforts of large numbers of people ". (Secara menyeluruh, administrasi negara adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijakan kebijakan pemerintah, pengarahan kecakapan kecakapan dan teknik teknik yang tak terhingga jumlahnya yang memberi arah dan maksud terhadap usaha usaba sejumlah besar orang).

Dari ketiga definisi di atas (Pamudji, cet.5 tt:21) menyimpulkan bahwa administrasi negara adalah suatu proses yang melibatkan beberapa orang dengan berbagai keahlian dan kecakapan untuk melaksanakan kebijakan kebijakan pemerintah.
Bertitik tolak dari definisi di atas bahwa kepentingan administrasi negara adalah sebagai upaya mengeliminir timbulnya dikotomi fungsi pemerintahan, disatu pihak fungsi politisi dan pada pihak lain fungsi administrasi, yang tentunya akan berpengaruh terhadap perkembangan ilmu administrasi negara. Karena itu, maka proses penyelenggaraan negara akan terlihat dari cara berpikir penyelenggara negara, yang dapat dilihat dari fungsi yang bersifat politis dan bersifat administratif lebih jauh Ermaya Suradinata (19983) menjelaskan bahwa administrasi negara dapat dibagi menjadi administrasi pemerintahan dan administrasi perusahaan negara. Administrasi pemerintahan dapat dikelompokkan menjadi administrasi sipil yaitu Ativitas yang dilakukan oleh lembaga-lembaga departemen maupun non departemen sampai pada tingkat Kecamatan, Kelurahan dan Desa. Sedangkan administrasi militer adalah seluruh Akivitas yang dilaksanakan oleh fungsi kesatuan dalam lingkungan angkatan bersenjata.
2.5. Teori Manajemen Pemerintahan.
Seperti halnya dengan banyak bidang studi yang menyangkut manusia, manajemen sulit di defenisikan. Dalam kenyataannya, tidak ada defenisi manajemen yang diterima secara universal. Hal ini terjadi karena defenisi manajemen dari para pakar selalu dikaitkan dengan model pendekatan yang dilakukannya. Mary Parker Follett (Handoko, 1997 : 8) mendefenisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Dari defenisi ini akan memberikan pengertian bahwa para pimpinan (manajer) dalam mencapa tujuan tujuan organisasi melalui pengaturan orang orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mungkin diperlukan. Stoner (Handoko, 1997: 8) mendefenisikan manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dari definisi ini Stoner menggunakan kata proses dan bukan seni, karena manajemen sebagai seni dapat mengandung arti bahwa hal itu merupakan kemampuan atau keterampilan pribadi, sedangkan proses adalah cara sistematis untuk melakukan pekerjaan. Manajemen di definisikan sebagai proses karena semua pemimpin (manajer), tanpa memandang kecakapan atau keterampilan khusus yang dimiliki, harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang saling berkaitan untuk mencapai lujuan tujuan yang diinginkan..
Proses tersebut terdiri dari kegiatan kegiatan menajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Hal ini menunjukkan bahwa para pemimpin (manajer) menggunakan semua sumber daya organisasi dalam pencapaian tujuan tujuan yang telah ditetapkan. Orang (sumber daya manusia) adalah sumber daya terpenting bagi setiap organisasi, tetapi para pemimpin (manajer) tidak akan dapat mencapai tujuan secara optimal apabila mengabaikan sumber daya sumber daya organisasi lainnya.
Sejalan dengan pengertian di alas, Sukanto Reksohadiprodjo (1996:13) mendefinisikan manajemen sebagai suatu usaha merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinir serta mengawasi keglatan dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif Dari definisi ini , dapat dirumuskan suatu pengertian sederhana yakni bagaimana upaya menempatkan manajemen sebagai kunel pengembangan.
Manajemen sebagai suatu wujud kegiatan kelompok orang yang memiliki kewenangan, tanggung jawab yang berbeda satu dengan lainnya, merupakan kerjasama kolektif atau dengan kata lain, suatu kelompok orang yang, melaksanakan tugas tugas atau fungsi fungsi manajerial.
Dengan memahami manajemen dari berbagai sudut pandang tersebut di atas, maka menurut Ennaya Suradinata (1998 : 14) manajemen adalah kemampuan yang berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan jalan menggunakan manusia dan berbagai sumber yang tersedia dalam organisasi dengan cara seefisien mungkin.
Dari definisi ini dapat dirumuskan ciri ciri manajemen secara umum, yaitu adanya tujuan yang hendak dicapai, adanya sekelompok orang atau orang yang menggunakan orang lain, adanya sumber sumber yang digunakan dalam mencapai tujuan, adanya manajemen yang bersifat seni dan ilmu.
Memperhatikan pengertian manajemen dan pemerintahan sebagaimana dijelaskan di depan, dimana manajemen yang merupakan genus, maka manajemen Pemerintahan merupakan salah satu spesies dari manajemen. Ermaya Suradinata (1998 : 14) mendefinisikan manajemen pemerintahan sebagai suatu kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan negara dengan menggunakan berbagai sumber yang dikuasai oleh negara. Inti manajemen pemerintahan, terletak pada proses penggerakan untuk mencapai tujuan negara, dimana terkait erat apa yang kita kenal dengan fungsi kepamongprajaan.
Selain itu Sondang P. Siagian (1989 : 27) mendefinisikan manajemen Pemerintahan adalah manajemen yang ditetapkan dalam lingkungan aparatur Pemerintahan atau aparatur negara, tidak saja diartikan sebagai aparatur dari badan eksekutif, akan tetapi juga aparatur dari badan legislatif dan yudikatif, serta baik yang berada pada tingkat pusat maupun yang berada pada tingkat Daerah.
Seperti diketahui bahwa mekanisme pemerintahan moder selalu mengorientasikan tindakan tindakannya pada pencapaian sesuatu hasil yang nyata. Dalam konteks ini, manajemen pemerintahan diarahkan agar terlebih dulu mendefinisikan “hasil apa” yang ingin dicapai dengan uang, peralatan, keahlian, dan tenaga kerja yang dikerahkan, Hal ini terkait erat dengan target yang ingin dicapai oleh setiap unit dalam suatu periode tertentu.
Seperti sistem manajemen pada umumnya, manajemen pemerin tahan juga menganut prinsip prinsip efektivitas, efisiensi, dan inovasi dalain proses menghimpun dan menggerakkan orang orang, memperoleh dan menggunakan uang, serta mengadakan, menggunakan dan memelihara peralatan demi tercapainya tujuan organisasi.
Mengacu kepada pengertian di atas, manajemen pemerintahan yang merupakan proses pemberian bimbingan kepemimpinan, pengaturan dan pengendalian yang berkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pemertintah. Secara konseptual bahwa perumusan manajemen pemerintahan adalah :
Munajemen sebagai kemampuan yang berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan dengan jalan menggunakan manusia dan berbagai sumber yang tersedia dalam organisasi dengan cara yang seefisien mungkin.
Istilah pemerintahan mengacu kepada kegiatan lembaga lembaga publik dalam mencapai tujuan negara.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa istilah manajemen pemerintahan adalah suatu kegiatan dan usaha untuk mencapai tujuan negara dengan menggunakan berbagai sumber yang dikuasai negara. Inti manajemen pemerintahan terletak pada proses menggerakkan orang dan sumber sumber yang ada untuk mencapai tujuan negara, dimana kondisi ini terkait erat dengan fungsi kepamongprajaan.
2.6. Teori Pembangunan.
Pengertian pembangunan dapat ditinjau dari berbagai segi. Kata pembangunan secara sederhana sering diartikan sebagai proses perubahan kearah keadaan yang lebih baik. Memang disadari bahwa pembangunan adalah satu diantara konsep konsep paling mendesak pada zaman sekarang ini. Sering orang memberi pengertian sepadan antara pembangunan dengan perkembangan, padahal
untuk kedua kata tersebut mernillki perbedaan.
Menurut Ginanjar Kartasasmita (1997 : 9) pembangunan adalah perubahan kearah kondisi yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana, sedangkan perkembangan adalah perubahan yang dapat lebih baik atau lebih buruk, dan tidak perlu ada upaya tertentu.
Michael Todaro (Bryant dan White, 1987 : 3) mendefinisikan pembangunan adalah proses multidimensi yang mencakup perubahan perubahan penting dalam struktur sosial, sikap sikap rakyat dan lerabaga-lembaga nasional, dan juga akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan (inequality), dan pemberantasan kemiskinan absolut. Soedjatmoko (1984:9) menyebutkan bahwa kelangsungan hidup suatu bangsa sangat tergantung pada kemampuannya. mengelola transformasti sosial masyarakat secara tertib melalui pembangunan Pembangunan sebagai proses pembelajaran bagi kita untuk hidup lebih maju; hidup lebih baik daripada hari ini dan hari kemarin.
Dalam kata pembangunan, hal yang paling pokok adalah adanya hakikat membangun yang berlawanan dengan merusak. Karena itu, perubahan kearah keadaan yang lebih baik seperti yang diinginkan dan dengan upaya yang terencana, harus dilakukan. melalui jalan yang tidak merusak, tetapi mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.
Tanpa mengecilkan sumbangan disiplin ilmu sosial terhadap studi pembangunan, kajian bidang ekonomi memberikan dampak paling besar terbadap konsep kosep pembangunan. Pembangunan, menurut liteatur liteatur ekonomi pembangunan, sering didefinisikan sebagai suatu proses yang berkesinambungan dari peningkatan pendapatan riil perkapita melalui peningkatan jumlah dan produktivitas sumber daya.
John Maynard Keyness (Arief, 1999:28) memfokuskan teorinya atas permintaan agregat yang efektif dalam negeri sebagai variabel strategis dalam mengatasi faktor faktor produksi. Sedangkan dalam model Harrod Domar, pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh dua unsur pokok, yaitu tingkat tabungan (investasi) dan produktivitas kapital (capital output ratio). Pada bagian lain berkembang sebuah model pertumbuhan yang disebut neo klasik. Teori pertumbuhan neo klasik ini, memasuk kan unsur teknologi yang diyakini akan berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Seperti model Solow (Arief, 1999:40) mempostulasikan bahwa jika faktor tenaga kerja berlimpah yang mengakibatkan murahnya harga relatif tenaga kerja dibandingkan dengan harga relatif faktor modal, maka teknologi produksi akan beralih ke teknologi padat karya.
Dengan memperhatikan berbagai pemikiran tersebut di atas, maka salah satu harapan atau anggapan dari pengikut aliran teori pertumbuhan adalah bahwa hasil pertumbulhan akan dapat dinikmati masyarakat sampai di lapisan yang paling bawah. Artinya, terdapat pembagian yang proporsional terhadap hasil pertumbuhan ekonomi pada setiap tingkatan masyarakat. Dan jika dikaji lebih lanjut bahwa harapan tersebut pada dasarnya sama dengan yang dijelaskan dalam tujuan pembangunan nasional (GBHN 1999 2004) yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokravis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandini, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
Untuk mempercepat peningkatan kesejaahateraan masyarakat khususnya dalam penanganan masalah kemiskinan dan kekumuhan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Sakarta, telah dicanangkan program pembangunan terpadu yang mencakup kegiatan bidang fisik lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Karena itu, maka setiap perangkat Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan masyarakat perlu merespon dan mengantisipasi melalui perencanaan yang cermat serta melaksanakan secara efisien dan efektif
Program pembangunan terpadu pada dasarya adalah merupakan model pembangunan yang berpusat pada masyarakat. Dalam penyelenggaraannya, peran yang diberikan kepada individu bukan hanya sebagai subyek melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Dengan perkataan lain, model pembangunan berbasis rakyat: dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Menurut Sumodiningrat (2001:68) pembangunan yang berortentasi pada pemberdayaan memberikan kesempatan kepada setiap anggota masyarakat untuk berperanserta dalam proses pembangunan dengan mendapatkan kesempatan yang sama dan menamati hasil pembangunan tersebut sesuai kemampuannya. Pembangunan yang berpusat pada rakyat mengandung dimensi pengertian partisipasi yang emansipatif, artinya sedapat mungkin penentuan alokasi sumber sumber ekonomi semakin mengacu pada motto pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat (Purwoko, 2001: 58).
Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa yang menjadi dasar penyelenggaraan program pembangunan terpadu adalah akibat: dari krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dampaknya dirasakan oleh hampir semua orang. Namun, dampak yang paling terberat dirasakan oleh masyarakat bawah. Dampak yang timbul sebagai akibat krisis ekonomi, antara lain sebagai berikut
Jumlah pengangguran yang semakin meningkat sebagai akibat dari pemutusan hubungan kerja serta semakin kecilnya peluang kerja yang tersedia.
Menurunnya tingkat kesehatan dan gizi anak serta ibu hamil.
Semakin bertambahnya keluarga miskin.
Semakin menurunnya kualitas kehidupan sosial dan lingkungan fisik.
Untuk mengatasi persoalan persoalan di atas cukup banyak program atau proyek yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Akan tetapi kenyataannya masih banyak warga masyarakat yang tidak tersentuh oleh berbagai program ataupun proyek.
Fokus, dari program pembangunan terpadu adalah sebagai upaya memadukan instansi teknis baik di tingkat Provinsi maupun tingkat Kotamadya dalam suatu kegiatan pembangunan secara bersamaan dengan pendekatan pada bina fisik lingkungan, bina ekonomi dan bina soslal.

Pertanyaan ini merupakan salah satu pertanyaan yang seringkali muncul dalam wacana politik Islam kontemporer, baik dalam nada negatif atau menolak, maupun dalam sikap yang positif dan menerima. Artikel yang anda baca ini merupakan tulisan rintisan yang kami harap dapat menjadi semacam pengantar bagi diskusi-diskusi konstruktif lainnya berkaitan wacana keislaman dan kiprah umat Islam kontemporer, khususnya di Indonesia.
Apa itu Demokrasi?
Gagasan dan istilah demokrasi sudah dikenal sejak abad ke-5 di Yunani kuno. Dalam bahasa Yunani, demos pada umumnya diterjemahkan sebagai rakyat, dan kratos/cratein berarti kedaulatan atau kekuasaan, dengan demikian, demokrasi dapat diterjemahkan secara sederhana sebagai kedaulatan atau kekuasaan rakyat. Gagasan dan istilah demokrasi pada awalnya dipopulerkan oleh Aristoteles, yang membagi bentuk-bentuk pemerintahan sebagai; Demokrasi, Oligarki dan Aristokrasi. Definisi pemerintahan demokrasi menurut filosof Yunani ini adalah, “kekuasaan pemerintahan yang dibagi-bagi menurut pemilihan atau kesepakatan”.
Meski gagasan dan istilah ini dapat kita rujuk sampai abad ke-5 M, namun ia baru menemukan momentumnya pada awal abad modern di abad 18, pengertian dan praktek demokrasi pun berevolusi seiring perkembangan gagasan politik modern. Sebagai satu pandangan dunia dan ideologi, istilah ini tidak bisa dilepaskan dari 1) filsafat materialisme, yang menjadikan materi (kebendaan, empirisisme atau kenyataan inderawi) sebagai ukuran kebenaran, dan 2) anthroposentrisme (humanisme), yang menempatkan manusia dan rasionalisme sebagai sumber dan ukuran kebenaran, dan demikian pula hukum. Pada garis besarnya, demokrasi yang berasal dari humanisme ini berkembang menjadi dua cabang besar, yakni, 1) demokrasi liberal, yang bersendikan liberalisme dan berdasarkan individualisme, dan 2) demokrasi sosial dan demokrasi kerakyatan (people’s democracy) yang bersendikan sosialisme.
Dalam arus utama teori politik modern, untuk mengimplementasikan demokrasi ke dalam lembaga kenegaraan, maka gagasan ini berhubungan erat dengan prinsip trias politica (Montesqeu), yang menghendaki kekuasaan negara dibagi dalam tiga lembaga kekuasaan, yaitu; 1) legislatif, yang merumuskan legislasi atau penetapan hukum dan konstitusi, 2) eksekutif, yang melaksanakan hukum atau konsitusi, dan 3) yudikatif, yang mengawasi pelaksanaan hukum atau konstitusi tersebut, dan mengadili perselisihan ataupun pelanggaran terhadap pelaksanaan hukum tersebut, baik yang dilakukan oleh pihak legislatif, eksekutif, ataupun warga negara. Meski demikian, demokrasi tetap dimaknai dan dipraktekkan secara beragam di berbagai negara, dengan berbagai varian mekanisme dan lembaga-lembaganya.
Menurut pengertian awalnya ini, maka demokrasi dalam sistem ekonomi, sosial, politik dan budaya Barat sekuler dimaknai sebagai dasar atau landasan, cara/jalan, dan sekaligus tujuan dari kekuasaan negara.
Beberapa Persoalan tentang Demokrasi
Dalam perkembangan teori dan prakteknya kemudian, demokrasi liberal lebih menekankan demokrasi (kebebasan dan partisipasi) politik sebagai prasyarat dan ukuran keberhasilan masyarakat dan negara demokrasi, sedangkan demokrasi sosial (sosialisme demokratik dan demokrasi kerakyatan/sosialisme-komunisme) lebih menekankan demokrasi (keadilan dan pemerataan) ekonomi sebagai prasyarat dan ukuran masyarakat dan negara demokrasi.
Negara-negara dan para aktivis pendukung demokrasi liberal pada umumnya menyerang mekanisme penyelenggaraan kekuasaan di negara-negara Sosialis dengan sistem kediktatoran proletariat-nya, rezim-rezim militer dan totaliter di negara-negara dunia ke-tiga, serta mekanisme penyelenggaraan kekuasaan di negara-negara Islam pada umumnya, sebagai tidak demokratis dan tidak menghormati Hak-hak Asasi Manusia. Di sisi lain, banyak juga tokoh dan kelompok yang mengkritisi praktek demokrasi liberal yang menerapkan demokrasi hanya pada tataran mekanisme pemilihan serta kebebasan berekspresi saja, tapi tidak memperhatikan prakondisi ketimpangan ekonomi, sosial, politik dan budaya masyarakat yang tidak demokratis, yang akhirnya mengurangi kedaulatan masyarakat pada saat melakukan pemilihan dan pengawasan pemerintahan tadi. Sehingga, mekanisme demokrasi yang seharusnya berdasarkan prinsip-prinsip keterlibatan publik dalam penyelenggaraan negara menjadi ternafikan, dan demokrasi sebagai ideologi politik yang mendasarkan pada kedaulatan rakyat secara keseluruhanpun sesungguhnya hanya ada pada tataran teori saja, di antaranya, sebagaimana pandangan Schumpeter, E. Bernstein, Moammar Qathafi dan banyak lagi lainnya.
Demokrasi sebagai pandangan hidup dan ideologi memang agak sulit untuk disandingkan dengan Islam, karena, demokrasi adalah suatu sistem kemasyarakatan, yang memiliki sistem kepercayaannya sendiri (materialisme dan humanisme/anthroposentrisme) yang bertentangan dengan Islam, karena, terlepas dari tafsiran apapun yang akan digunakan terhadap materialisme dan humanisme, semangat demokrasi di awal kebangkitannya (di abad 18), bagaimanapun, adalah semangat pemberontakan terhadap otoritas keagamaan (ketuhanan – pada awalnya, terutama terhadap dominasi dan hegemoni Gereja Katholik di Eropa).
Meski terdapat keragaman dan berbagai varian dalam teori demokrasi, pada hari ini istilah demokrasi lebih identik dengan liberalisme-kapitalisme – demokrasi liberal (Francis Fukuyama, “The End of History and the Last Man Stand” ). Di sinilah letak persoalannya, demokrasi liberal yang saat ini menjadi arus utama teori dan praktek demokrasi di dunia selalu menunjukkan sikap tidak bersahabat ketika berhadapan dg Islam. Perjuangan penegakkan syari’at Islam melalui mekanisme demokrasi juga hampir selalu “membentur dinding”, kita bisa melihat bagaimana kemenangan FIS melalui pemilu di Aljazair disabotase militer yang didukung Amerika, atau “e-coup” yang dilakukan militer Turki sebagai sabotase atas kemenangan calon Presiden Turki dari partai Islam baru2 ini juga menjadi bukti ke-sekian dari absurditas Demokrasi Liberal. Di sisi lain, ada juga gerakan Islam yang berhasil menguasai pemerintahan dan menerapkan syari’at Islam melalui jalan demokrasi, misalnya, kemenangan mutlak HAMAS dengan menguasai parlemen dan jabatan-jabatan kementrian Palestina, yang kemudian dijawab Amerika Serikat, Israel dan negara-negara sekutu mereka dengan embargo dan gempuran terus menerus atas negeri itu. Selain itu, Partai PAS di Malaysia berhasil menduduki jabatan Menteri Besar negara bagian Kelantan, dan melegislasi Syari'at Islam menjadi hukum negara, seperti UU anti minuman keras, UU anti perjudian dan UU anti prostitusi.
Mekanisme Demokrasi sebagai Salah Satu Pola Kepemimpinan Islam
Terlepas dari apakah istilah demokrasi pada awalnya berasal dari ‘dalam’ atau dari ‘luar’ tradisi Islam, adanya mekanisme muktamar (kongres, atau musyawarah besar) dalam ormas-ormas, partai-partai dan kelompok-kelompok keislaman lainnya membuktikan bahwa “demokrasi” hari ini telah menjadi bagian dari tradisi keislaman – “tradisi Islam yang demokratis”, atau “demokrasi yang Islami” telah hidup dan dipraktekkan dalam kehidupan kolektif masyarakat muslim pada umumnya. Dengan catatan, muktamar tidak difahami sebagai syura, dan begitu juga sebaliknya.
Istilah demokrasi memang tidak berasal dari bahasa Arab, maka kitapun tidak dapat menemukan transliterasinya di dalam Al-Quran maupun Hadits-hadits, tapi, sebagaimana juga banyak istilah yang kita pergunakan hari ini, banyak diantaranya yang berasal dari bahasa asing (non-Arab), dan kita adopsi serta kita pergunakan juga dalam wacana dan doktrin keislaman hari ini, terutama di negeri-negeri ‘azam (non-Arab, khususnya Indonesia), misalnya saja istilah agama, negara, sembahyang, puasa, hari raya, santri, dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut bukan berasal dari bahasa Arab, tapi berasal dari bahasa sanksekerta, yang pada masa nusantara Hindu atau Budha (pra-Islam), istilah-istilah tadi berasal dari doktrin dan mewakili konsep keagamaan serta kebudayaan tertentu, namun, setelah kita pisahkan istilah-istilah tadi dari konsep baku asalnya, kita ambil makna-makna yang bersifat umumnya, lalu kita padankan dengan istilah-istilah keislaman yang berbahasa Arab, maka kitapun menerima istilah-istilah tadi sebagai bagian dari kekayaan dan keragaman kebudayaan Islam, dan pada gilirannya, Islam sebagai agama yang berasal dari negeri Arab, ikut juga mewarnai kebudayaan masyarakat nusantara.
Terdapat berbagai macam pola kepemimpinan (pemerintahan) dari sejak masa kepemimpinan Rasulullah saw sampai dengan masa pemerintahan, katakanlah – yang bagi sebagian kalangan, masih dianggap sebagai “pewaris sah” dari model pemerintahan Islami, Daulah Utsmaniyah (Dinasti/Rezim Utsmani), jika kita hendak mengukurnya dengan kategorisasi teori politik modern, maka, kita akan menyaksikan keragaman pola pemerintahan, dari mulai kecenderungan monarkis, sampai yang lebih cenderung oligarkis. Pada masa masyarakat Islam di bawah kepemimpinan Rasulullah saw, jika menggunakan kategorisasi tadi, kita akan menemukan kecenderungan yang mendekati oligarkis, di mana, selain Rasulullah saw sebagai pemimpin pertama dan utama, terdapat kelompok para shahabat yang sering diajak berunding oleh Rasulullah saw dalam banyak hal.
Pada masa selanjutnya juga demikian, kecuali pada masa Khalifah Utsman bin Affan yang memiliki dua kecenderungan sekaligus, pada awalnya oligarkis, tapi di akhir kepemimpinannya mulai bergerak ke arah monarkis, dengan mengangkat banyak dari kalangan keluarganya ke dalam lingkungan kekuasaan, yang kemudian memang memicu (mulai memasuki) masa ‘fitnatul-kubro’. Setelah masa ‘khulafaur-rasyidin’, pola pemerintahan kekhalifahan Islam – perlahan tapi pasti, semakin menunjukkan tendensi monarkisme (kerajaan).
Saat ini, ada dua kecenderungan utama dalam pola pemerintahan Islam, 1) kerajaan – seperti Arab Saudi dan Kuwait (seperti juga pada masa kekhilafahan Bani Umayyah dan Abbasiyah), 2) republik (jumhuriyah), sebagaimana yang dipraktekkan oleh Republik Islam Iran, Sudan dan Pakistan.
Dengan demikian, ‘khilafah’ pada awalnya bukanlah sebuah sistem pemerintahan atau tata negara yang baku dalam teori dan praktek politik Islam – terminologi khilafah lebih merujuk pada filosofi dasar kekuasaan – secara teologis (Q.S. 2: 30, 7: 129, 27: 26, 35: 39, 38: 26, 6: 165).
Dalam sumber utama hukum Islam (al-Quran), secara teologis, istilah khilafah pada awalnya merujuk pada (salah satu) tujuan penciptaan manusia secara mendasar (ontologis), tidak secara khusus berkenaan dengan doktrin “perwakilan Mulkiyah-Allah”, tetapi juga berkenaan dengan konsep “perwakilan Rububiyah-Allah”. Dapat dikatakan, istilah ini pada awalnya memiliki pengertian kekuasaan yang umum (QS. 27: 62, 6:165), tidak secara khusus merujuk pada konsep “daulah-Islamiyah”; secara umum, bisa dirujukkan kepada kekuasaan yang Islami atau menegakkan syari’at Islam, maupun kekuasaan non-Islam atau yang tidak menegakkan syari’at Islam (QS. 35: 39). Para ulama kemudian menjadikan doktrin ini (dan tentu saja, praktek Rasulullah saw beserta para shahabatnya) sebagai landasan teori politik Islam. namun demikian, jika secara historis istilah khalifah ini digunakan untuk merujuk pada suatu “gelar” atau jabatan kekuasaan ataupun kepemimpinan Islam, maka “gelar” atau jabatan itu di dalam al-Quran, Hadits, ataupun menurut pendapat para ulama bersanding dengan istilah-istilah lainnya; sulthon, amir ataupun imam.
Para penghulu ulama nusantara – Wali Songo, menyadari benar hal ini, tidak heran jika salah satu gelar (jabatan) dari sultan-sultan Demak dan turunannya (bahkan sampai saat ini) adalah “Khalifatullah ing Tanah Jawi”. Dengan demikian, khilafah Islamiyah (penegakkan syari’at Islam secara politik) dapat dipraktekkan apakah itu melalui model pemerintahan yang monarkis, oligarkis, ataupun demokratis, tergantung model pemerintahan mana yang menurut ijma’ (jumhur) ulama atau ‘waliyul-amri’ paling memenuhi ‘maqashidus-syar’iyyah’ untuk konteks zaman dan masyarakatnya.
Model demokrasi dalam konteks kenegaraan tadi tentu saja tidak berarti menegasikan konsep kekhilafahan. Secara ontologis atau transenden, Kekuasaan dan Hukum Allah saja yang bersifat mutlak dan absolut (QS. 7: 54, 12: 40, 13: 41, 33: 36, 6: 62, 6: 165), dan secara epistemologis, kekuasaan manusia yang ditegakkan berdasarkan syari'at Islam berarti kekuasaan yang bersumber dan berdasarkan Hukum Allah (QS. 4: 59, 38: 26), kekuasaan yang ditegakkan dalam konteks manusia sebagai hamba Allah (QS. 51: 56) dan khalifah (Q.S. 2: 30).
Dengan demikian, mekanisme demokrasi yang dimaksudkan ditempatkan setelah penerimaan terhadap Tauhid, setelah penerimaan kita terhadap hukum-hukum Allah SWT sebagai hukum tertinggi, dan pelaksanaan hukum-hukum Allah SWT tersebut dalam kapasitas kita sebagai hamba dan khalifatullah.
Mekanisme demokrasi (sebagai cara meraih dan mengelola kekuasaan) juga tidak hanya terbatas pada model parlementer, atau tidak hanya berarti memperjuangkan penegakkan syari'at Islam melalui partai politik, pemilu dan parlemen. Ada banyak cara dan jalan bagi umat Islam untuk mempengaruhi kebijakan negara atau publik, model-model ekstra-parlementer semacam demonstrasi (unjuk rasa) dan kontrol ataupun dakwah melalui media massa sebetulnya juga masih merupakan varian dan fenomena demokrasi. Dalam situasi yang ekstrim, model gerakan ekstra parlementer dipilih ketika saluran aspirasi penegakkan Syari'at Islam melalui partai-partai politik yang berada di parlemen tersumbat atau tidak berjalan secara efektif, sedangkan dalam situasi dan kondisi yang relatif "normal", model gerakan ekstra-parlementer merupakan salah satu cara untuk mendukung atau memperkuat perjuangan penegakan syari'at Islam dalam parlemen (legislatif), atau untuk mendukung dan memperkuat implementasi penegakkan syari'at Islam oleh pemerintah (eksekutif), contohnya: dukungan berbagai kelompok umat Islam terhadap pengesahan RUU Sisdiknas, RUU APP, Perda2 anti maksiat, ataupun tuntutan atas formalisasi (legislasi dan implementasi) Syari'at Islam secara menyeluruh melalui negara (legislatif, eksekutif dan yudikatif) dengan Amandemen UUD 1945 (qanun/konstitusi negara).
Pada saat ini, dua model penegakkan syari'at Islam tadi telah menjadi salah satu tradisi dalam masyarakat Islam, atau model alternatif dakwah harokah-harokah Islam, dan salah satu adagium dalam ushul-fiqh menyebutkan: al-'adatu muhakkamah, adat atau tradisi juga dapat memiliki kekuatan hukum, Tentu saja tradisi yang dimaksud adalah ‘adat tidak bertentangan langsung dengan nash-nash qath'i, yaitu tradisi yang bersuaian atau mendukung syari'at Islam saja yang bisa diakui atau diterima secara syar'i. Dalam hal ini, jika istilah demokrasi yang kita gunakan telah kita lepaskan dulu dari landasan humanisme atau anthroposentrisme-nya, dan lebih kita fahami sebagai mekanisme atau cara yang mengedepankan syura (pelibatan publik dalam perumusan kebijakan), maka mungkin demokrasi bisa kita akui dan kita terima juga sebagai salahsatu cara untuk menegakkan syari'at Islam, bisa saja kita sebut sebagai model politik (tradisi) Islam yang demokratis, ataupun istilah lainnya. Tentu saja, demokrasi bagaimanapun tidak bisa disamakan dengan Islam, tidak berarti, ‘Islam = demokrasi’, atau sebaliknya. Demokrasi hanya salah satu alternatif istilah ataupun cara dalam penegakkan syari'at Islam, tidak berarti bahwa tidak ada mekanisme atau jalan lain selain demokrasi.
Fenomena penegakkan syari'at Islam secara demokratis juga tidak hanya berupa gerakan-gerakan yang bersifat politis saja, dalam konteks demokrasi yang lebih partikular, penegakkan syari'at Islam juga bisa kita lihat dalam gerakan-gerakan ekonomi, sosial dan kebudayaan yang Islami; seperti pendirian bank syari'ah, baitul-maal, koperasi, pendirian lembaga2 pendidikan (baik secara formal, maupun informal, semacam pengajian atau halaqah-halaqah), organisasi-organisasi profesi (sekerja) ataupun komunitas, dakwah melalui penerbitan media massa cetak atau elektronik, kegiatan-kegiatan keamanan dan ketertiban lingkungan secara swakarsa, serta masih banyak lagi yang lainnya -- yang telah dan masih bisa kita kembangkan lagi.
Demokrasi sebagai sebuah faham yang berdasarkan materialisme dan humanisme – yang menjadikan manusia sebagai sumber hukum utama dan ukuran kebenaran jelas bertentangan dengan Islam, tetapi, demokrasi sebagai cara atau mekanisme menegakkan kekuasaan dan mengelola kepemimpinan tentu saja bisa diterima sebagai salah satu jalan untuk menegakkan syari’at Islam, yaitu dengan dengan mempengaruhi pengambil kebijakan baik legislatif maupun eksekutif untuk melegislasi, memformalisasi dan mengimplementasikan syari’at Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi dalam pengertian pengelolaan kepemimpinan – pelibatan publik dalam perumusan kebijakan negara dan kontrol (pengawasan) publik terhadap perumusan kebijakan serta penyelenggaraan negara atau organisasi-organisasi keislaman lainnya juga tidak serta-merta bisa dikatakan bertentangan dengan Islam, karena, selain praktek seperti ini bisa kita dapatkan presedennya baik pada masa kepemimpinan Rasulullah saw, Khulafaurrasyidin ra, Thabi’in dan Thabi’it-thabi’in, praktek semacam ini juga merupakan bentuk lain dari prinsip syuro yang ditetapkan langsung di dalam al-Quran. Dengan kata lain, jika dilihat dari sudut pandang Islam, maka praktek semacam tadi merupakan implementasi dan pengembangan dari prinsip keadilan, egalitarianisme, syuro, dan amar ma’ruf nahyi munkar, dan prinsip-prinsip ini juga merupakan prinsip-prinsip demokrasi. Dalam pengertian ini, maka, mekanisme demokrasi ditempatkan di bawah Islam, setelah penerimaan terhadap Tauhid (Uluhiyah, Rububiyah dan Mulkiyah Allah SWT).
Masalah yang lebih mendasar adalah, model pemerintahan manapun yang akan dipilih (apakah itu demokrasi, oligarkhi ataupun monarkhi – dengan istilah apapun, apakah itu khilafah, kesultanan, ataupun jumhuriyah – dengan gelar pemimpin apapun juga, baik imam, khalifah, amir, ataupun presiden), harus dibangun atas dasar “kesepakatan” atau penerimaan (taslim) terhadap Tauhid (Ke-Esa-an Uluhiyah, Rububiyah dan Mulkiyah Allah SWT, dan demikian, syari’at Islam – al-Quran dan as-Sunnah) sebagai fondasinya utamanya (QS. 3: 19, 3: 85, 42: 21, 4: 59, 6: 62), dengan pelaksanaan yang konsisten dan konsekwen.
Demokrasi bukanlah dasar atau landasan, demokrasi bukan pula tujuan, demokrasi hanyalah salah satu jalan atau cara. Meski selalu dihadapkan pada banyak tantangan dan hambatan, penegakkan syari’at Islam melalui jalan demokrasi masih memiliki peluang dan harapan, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap berbagai kemenangan besar maupun kecil perjuangan penegakkan syari’at Islam melalui jalan demokrasi, khususnya di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar